PEMBAHASAN RINGKAS SEPUTAR I`TIKAF

admin 5:55 AM
Berikut ini pembahasan ringkas masalah i'tikaf, dari matan kitab Umdatul Fiqh yang ditulis oleh Imam Muwaffaquddin Ibnu Qudamah Al-Maqdisiy rahimahullah (541 H – 620 H / 1147 M – 1223 M).

Terjemahan matan ini (font dicetak tebal) disertai penjelasan ringkas yang diambil dari syarh umdah al fiqh oleh Syaikh Abdullah Al Jibrin hafidzahullahu.

Bismillaahi-r-Rahmaani-r-Rahiim
  باب الاعتكاف
وهو لزوم المسجد لطاعة الله تعالى فيه وهو سنة إلا أن يكون نذرا فيلزم الوفاء به.
ويصح من المرأة في كل مسجد غير مسجد بيتها ولا يصح من الرجل إلا في مسجد تقام فيه الجماعة واعتكافه في مسجد تقام فيه الجمعة أفضل.
 
BAB I'TIKAF

I'tikaf adalah menetap di dalam masjid untuk mengerjakan amal ketaatan kepada Allah.

Hukumnya adalah sunnah, kecuali jika i'tikaf itu merupakan nadzar, maka wajib untuk dipenuhi.

Tidak ada penjelasan detail dalam hadits mengenai batasan minimal waktu i'tikaf. Mayoritas ulama menyebutkan bahwa batas minimalnya adalah sesaat saja, walaupun kurang dari satu malam. Oleh karena itu berapapun jangka waktu seseorang niat berdiam diri di masjid untuk beri'tikaf, sah hukumnya. (Syarh Umdah al-Fiqh, Syaikh Abdullah Al Jibrin)

Di antara dalil anjuran i'tikaf adalah firman Allah subhanahu wata'ala :
وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
....Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf , yang ruku' dan yang sujud.”(Al Baqarah ayat 125)

I'tikaf sangat dianjurkan terutama di sepuluh hari terakhir di Bulan Ramadan sebagaimana dicontohkan Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam.
 
TEMPAT BERI'TIKAF
ويصح من المرأة في كل مسجد غير مسجد بيتها ولا يصح من الرجل إلا في مسجد تقام فيه الجماعة واعتكافه في مسجد تقام فيه الجمعة أفضل.
Wanita sah hukumnya beri'tikaf di masjid manapun selain masjid (tempat sholat) di dalam rumahnya.

Adapun kaum lelaki tidak sah beri'tikaf di sembarang tempat kecuali harus di masjid yang didalamnya ditegakkan sholat berjamaah. Lebih utama lagi jika masjid tersebut juga digunakan untuk sholat jum'at.

 

Maksud masjid rumahnya adalah ruangan khusus di dalam rumah yang dipakai untuk sholat. Dengan demikian tempat wanita i'tikaf adalah semua jenis masjid meskipun tidak rutin ditegakkan sholat berjamaah di situ, yang penting bukan dirumahnya.

Adapun kaum lelaki harus melakukannya di masjid yang ditegakkan sholat berjamaah, supaya dia tidak perlu keluar untuk sholat berjamaah di tempat lain.

Demikian pula lebih utama dikerjakan di masjid yang ditegakkan sholat jumat, agar dia tidak perlu keluar untuk sholat jumat di tempat lain.
 
ومن نذر الاعتكاف أو الصلاة في مسجد فله فعل ذلك في غيره إلا المساجد الثلاثة
Barangsiapa yang bernadzar untuk beri'tikaf atau sholat di suatu masjid, maka ia boleh melaksanakan nadzarnya di masjid yang lain.

Namun berbeda halnya jika nadzarnya diniatkan di salah satu dari tiga masjid (Masjidil haram, masjid Nabawi, masjid Al Aqsha).

Karena 3 masjid itu adalah masjid paling utama di muka bumi. Sehingga tidak bisa diganti dengan masjid lain yang keutamaannya dibawah tiga masjid tersebut. Adapun urutannya adalah:

a) Masjidil Haram

b) Masjid Nabawi

c) Masjid Al Aqsha

Adapun masjid yang lain, maka keutamaannya secara umum adalah setara, sehingga jika seseorang meniatkan nadzar i'tikaf di Masjid A, maka ia boleh menunaikannya di Masjid B.
 
فإن نذر ذلك في المسجد الحرام لزمه وإن نذر الاعتكاف في مسجد رسول الله صلى الله عليه وسلم جاز له أن يعتكف في المسجد الحرام وإن نذر أن يعتكف في المسجد الأقصى فله فعله في أيهما أحب.
1) Apabila bernadzar i'tikaf di Masjidil Haram maka ia harus memenuhi nadzarnya di Masjidil Haram tersebut.

2) Apabila bernadzar i'tikaf di Masjid Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam (Masjid Nabawi), maka ia boleh memenuhi nadzarnya di Masjidil Haram.

3) Apabila bernadzar i'tikaf di Masjid Al Aqsha, maka ia boleh memenuhinya di salah satu dari Masjidil Haram atau Masjid Nabawi sesuai dengan yang ia sukai.

Contoh jika fulan niat bernadzar di Masjid Nabawi, berarti dia bisa menunaikan di dua tempat, yaitu masjid Nabawi atau Masjidil Haram yang lebih utama dibanding Masjid Nabawi.

Jika fulan bernadzar i'tikaf di masjid Al Aqsha maka selain bisa ditunaikan di masjid Al Aqsha ia bisa menunaikan di dua masjid yang lebih utama, yaitu Masjidil haram dan masjid Nabawi.

 

ADAB I'TIKAF
ويستحب للمعتكف الاشتغال بفعل القرب
1. Dianjurkan bagi orang yang beri'tikaf untuk menyibukkan diri dengan amal ketaatan

Seperti menyibukkan diri untuk tilawah Al Quran, sholat sunnah, dzikir dan semisalnya.
واجتناب ما لا يعنيه من قول وفعل ولا يبطل الاعتكاف بشيء من ذلك.
2. Menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak bermanfaat, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Walaupun demikian i'tikafnya tidak batal karena perbuatannya tersebut.

Seperti ngobrol perkara duniawi dengan temannya, bermain hp dan semisalnya. Kecuali ngobrol sedikit tentang hal hal yang baik, selama tidak mengganggu orang di sekelilingnya. (Syarh Umdah Al Ahkam, Syaikh Abdullah Al Jibrin)
 
 PERKARA YANG TIDAK BOLEH DILAKUKAN SAAT I'TIKAF

ولا يخرج من المسجد إلا لما لا بد له منه إلا أن يشترط
1. Saat i'tikaf tidak diperkenankan ia keluar dari masjid kecuali untuk hal-hal yang tidak bisa dihindari, kecuali telah disyaratkan sebelumnya.

Contoh perkara yang tidak bisa dihindari seperti buang hajat atau makan di rumahnya jika memang tidak ada yang mengantarkan makanannya ke masjid. Adapun keluar tanpa ada kebutuhan maka hal ini membatalkan i'tikaf. Ibunda Aisyah radliyallahu 'anha mengatakan:
 
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا اعْتَكَفَ لَا يَدْخُلُ الْبَيْتَ إلَّا لِحَاجَةِ الْإِنْسَانِ
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam apabila i'tikaf, beliau tidak masuk rumah kecuali karena kebutuhan manusia”.(Muttafaqun 'alaihi)
 Maksud dari “kecuali telah disyaratkan sebelumnya” adalah ia mensyaratkan untuk dirinya akan keluar saat i'tikaf untuk beberapa keperluan tertentu, seperti menuntut ilmu di tempat lain, bermalam di rumahnya, atau bekerja di pagi hari. Jika demikian maka tidak mengapa dan i'tikafnya sah, menurut pendapat yang dipegang Ibnu Qudamah. Wallahu a'lam (Syarh Umdah Al Ahkam, Syaikh Abdullah Al Jibrin)
Selain itu juga diperbolehkan pula keluar untuk suatu urusan yang mendadak, seperti untuk menyaksikan dan mengantarkan jenazah, atau menjenguk orang sakit. Rasulullah pun pernah mengantar istri beliau Shofiyyah kembali ke rumah, padahal beliau sedang beri'tikaf.
 
ولا يباشر امرأة .
2. Seseorang yang beri'tikaf pun tidak diperkenankan menggauli istrinya.

Ini perkara yang telah disepakati ulama, dalilnya adalah firman Allah subhanahu wata'ala
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
...Dan jangan campuri mereka (para istri) sedang kamu beri'tikaf di dalam masjid....”

(Al Baqarah : 187)
وإن سأل عن المريض في طريقه أو عن غيره ولم يعرج إليه جاز.
3. Jika ia bertanya tentang orang yang sakit, saat diperjalanannya (keluar menunaikan kebutuhan) atau tentang hal yang lain maka hal itu diperbolehkan selama tidak duduk berlama-lama dan berbicara panjang lebar.

Hal ini berdasarkan riwayat dari Ibunda Aisyah rodliyallahu 'anha,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمُرُّ بِالْمَرِيضِ وَهُوَ مُعْتَكِفٌ ، فَيَمُرُّ كَمَا هُوَ ، فَلَا يُعَرِّجُ يَسْأَلُ عَنْهُ
Nabi shollallahu 'alaihi wasallam pernah melewati seseorang yang sakit, sementara saat itu beliau sedang kondisi i'tikaf, maka beliau lewat begitu saja tanpa duduk berlama-lama untuk bertanya tentangnya”. (HR. Abu Dawud)

Sebagian ulama berpendapat bolehnya menjenguk orang sakit, karena para sahabat radliyallahu 'anhum melakukannya dan memperbolehkannya.

Maka menggabung dua pendapat di atas, boleh menjenguk orang sakit namun seyogyanya tidak duduk berlama-lama dan segera kembali ke tempat i'tikafnya.

Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
يَشْهَدُ الْجِنَازَةَ ، وَيَعُودُ الْمَرِيضَ ، وَلَا يَجْلِسُ ، وَيَقْضِي الْحَاجَةَ ، وَيَعُودُ إلَى مُعْتَكَفِهِ
Ia boleh menyaksikan jenazah, menjenguk orang sakit namun jangan duduk, menunaikan hajatnya lalu kembali ke tempat i'tikafnya.”

(Al Mughniy)

 

Demikian penjelasan ringkas masalah i'tikaf dari kitab Umdatul Fiqh.

Washollallahu 'ala nabiyyinaa muhammadin wa'alaa aalihi wa sohbihi wasallam. Walhamdulillahirabbil 'alamiin. 

Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © 2015 Simple SEO ✔