Al Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy (597 - 682 H) dalam kitab Mukhtashar Minhajul Qashidin
menyebutkan kelompok-kelompok ahli ibadah yang terpedaya. Mereka itu antara
lain :
1. Sekelompok ahli ibadah yang meninggalkan ibadah wajib tetapi mengerjakan
ibadah-ibadah sunnah dan nawafil (tambahan-tambahan).
Kadang-kadang mereka terlalu berlebihan dalam menggunakan air hingga
terserang was-was dalam berwudhu’. Anda akan melihat salah seorang dari mereka
tidak puas dengan air yang telah dianggap suci oleh agama dan justru
menciptakan kemungkinan-kemungkinan najis yang sangat jauh. Namun dengan
demikian dalam masalah makanan, mereka tidak berbuat seperti itu.
Sekiranya kehati-hatian ini tidak diterapkan dalam air, tetapi diterapkan
dalam masalah makanan, tentu ia akan mirip dengan salafus sholih. Sahabat Umar
radhiyallahu ‘anhu misalnya. Beliau wudhu dengan bejana milik seorang wanita
Yahudi yang sangat mungkin terkena najis. Sebaliknya beliau sangat hati-hati
dalam hal makanan sampai meninggalkan beberapa makanan yang halal karena takut
makan makanan haram. Diriwayatkan dalam sebuah hadits yang shahih bahwa Nabi
shallallahu alaihi wasallam berwudhu dari bejana milik seorang wanita musyrik.
Sebagian kelompok ini ada yang boros memakai air dan menghabiskan waktu yang lama dalam bersuci hingga tertinggal sholat jamaah.
Sebagian kelompok ini ada yang boros memakai air dan menghabiskan waktu yang lama dalam bersuci hingga tertinggal sholat jamaah.
Di antara mereka juga ada yang was-was dalam takbiratul ihram hingga
terkadang ketinggalan satu rakaat.
Sebagian lagi ada yang terserang was-was saat melafalkan huruf-huruf surat
Al Fatihah dan bacaan lain. Dia terus menjaga kehati-hatian dalam membaca
tasydid-tasydid serta membedakan huruf dhad (ض) dan huruf dza’(ظ) hingga melampaui batas. Sedemikian besar perhatian dalam hal
itu sampai lalai merenungkan makna Al Quran dan mengambil pelajaran darinya.
Ini termasuk jenis keterpedayaan yang paling buruk. Sebab kita tidak dibebani
membaca huruf Al Quran kecuali dengan cara yang lazim berlaku dalam pembicaraan
biasa.
Permisalan golongan ini seperti orang yang diberi tugas mengirim surat
kepada seorang penguasa. Namun ia menyampaikan surat itu hanya memperhatikan
makhroj hurufnya dan mengulang-ngulangnya sementara dia lalai dari maksud surat
tersebut dan melalaikan kehormatan majelis (seperti tidak memperhatikan adab
saat menghadap penguasa-penj). Maka sungguh ia pantas mendapatkan celaan dan
hukuman.
2. Kelompok yang terpedaya dalam hal membaca Al Quran. Kelompok ini sangat
rajin membaca Al Quran bahkan mengkhatamkannya dua kali sehari. Lisan salah
seorang dari mereka melafalkannya tetapi hatinya mondar-mandir dalam lembah
angan-angan. Mereka tidak memikirkan makna-makna Al Quran, tidak mendengarkan
nasihat-nasihatnya, serta tidak mempedulikan perintah dan larangannya. Ini
adalah orang terpedaya yang mengira bahwa tujuan Al Quran diturunkan hanyalah
untuk dibaca saja.
Permisalan hal itu seperti seorang budak yang menerima surat dari
majikannya yang berisi perintah dan larangan. Namun budak ini tidak menaruh
perhatiannya untuk memahami dan melaksanakan isi surat, akan tetapi malah
merasa puas dengan menghafalnya dan mengulang-ngulangnya karena beranggapan
itulah yang dimaksudkan dari pengiriman surat itu. Sementara itu ia malah
menyelisihi perintah dan larangan dari majikannya.
Sebagian dari kelompok ini adalah orang yang menikmati merdunya suara
bacaan Al Quran dan berpaling dari memahami makna-maknanya. Orang ini harus
memeriksa hatinya, apakah ia senang karena hanya menikmati susunan kalimat Al
Quran, atau suaranya, atau makna-maknanya.
3. Kelompok yang lain terpedaya dengan ibadah puasa bahkan memperbanyak melakukannya.
Terkadang ia puasa terus menerus dan berpuasa pada hari-hari yang mulia, namun
mereka tidak menjaga lisan mereka dari bergunjing dan mengatakan hal yang
sia-sia. Mereka juga tidak menjaga perut mereka dari makanan yang haram saat
berbuka, dan tidak menjaga hatinya dari riya’.
4. Kelompok lainnya terpedaya oleh ibadah haji. Ia pergi ke Baitullah untuk
menunaikan haji dalam keadaan masih belum keluar dari perbuatan
sewenang-wenang, belum melunasi hutang, belum meminta keridhoan kedua orang
tuanya, dan tidak mencari perbekalan yang halal.
Terkadang mereka mengerjakannya sesudah gugurnya kewajiban haji, dan meremehkan
ibadah-ibadah fardhu yang lain di tengah jalan, enggan membersihkan baju dan
badan, serta tetap berkata jorok dan bertengkar. Namun dalam kondisi demikian,
mereka tetap menyangka bahwa mereka di atas kebaikan, padahal mereka sebenarnya
orang-orang yang terpedaya.
5. Kelompok yang lain melakukan amar ma’ruf nahi mungkar tetapi justru
melupakan diri sendiri.
Di antara mereka ada yang menjadi imam di suatu masjid. Namun ketika ada
orang yang lebih wara’ dan alim maju menjadi imam, dia merasa keberatan.
Adapula yang menjadi muadzin. Namun ketika ada orang lain yang adzan, saat
dirinya tidak ada, dia merasa keberatan dan berkata, “Orang ini berusaha menyaingiku
kedudukanku”.
Adapula yang tinggal di Makkah atau Madinah. Akan tetapi hatinya selalu
teringat pada negerinya dan senantiasa bangga mengingat perkataan orang lain,
“Si Fulan tinggal di Makkah atau si Fulan tinggal Madinah”. Padahal walaupun
dia tinggal di Makkah atau Madinah, dia sangat berambisi kepada harta haram
milik orang lain. Kadang ia berhasil mengumpulkan harta namun ia kikir untuk
menafkahkannya. Sehingga terkumpul berbagai sifat-sifat yang membinasakan dalam
dirinya.
Tidak ada suatu amalan pun kecuali di dalamnya mengandung potensi disusupi
riya’ yang bisa merusak amalan. Orang yang tidak mengenalinya pasti terjatuh ke
dalamnya. Jika ingin mengetahui penyakit-penyakit tersebut, hendaknya ia
menelaah buku kami. Ia bisa melihat penyakit riya’ yang hinggap dalam ibadah
seperti puasa, sholat dan ibadah yang lain dalam bab-bab yang telah tersusun
berurutan dalam buku ini. Adapun tujuan bab ini adalah memaparkan garis besar
apa saja yang telah dijelaskan.
6. Kelompok yang lain zuhud terhadap harta, puas dengan pakaian dan makanan
kualitas rendah, serta puas tinggal di masjid. Lalu ia menyangka dirinya telah
sampai pada tingkatan zuhud. Padahal sesungguhnya ia sangat berambisi pada
kekuasaan dan kedudukan. Mereka meninggalkan perkara yang paling ringan dari
dua perkara tersebut, namun justru mengambil perkara yang lebih membinasakan.
7. Kelompok yang lain sangat senang mengerjakan ibadah sunnah, namun tidak
menaruh perhatian pada ibadah-ibadah wajib. Engkau akan melihat salah seorang
dari mereka gembira karena sholat Dhuha dan sholat malam, namun mereka tidak
merasakan kenikmatan saat mengerjakan sholat fardhu, dan tidak punya semangat
untuk menunaikannya di awal waktu. Mereka lupa sabda Nabi shollallahu alaihi
wasallam, yang diriwayatkan dari Tuhannya ‘Azza wa Jalla:
ما تقرب المتقربون إلي بمثل أداء ما افترضت عليهم
“Tidak ada yang bisa digunakan untuk
mendekatkan diri kepada-Ku oleh orang-orang yang mendekatkan diri melebihi
mengerjakan apa yang telah Aku wajibkan atas mereka”
0 Komentar
Penulisan markup di komentar