Ada beberapa hadits
yang menjelaskan tentang keutamaan malam nishfu sya’ban ( malam 15 Sya’ban). Hadits-hadits
tersebut ada yang bisa dijadikan hujjah dan ada pula yang dho’if tidak dapat
dijadikan hujjah.
Di antara hadits
yang bisa dijadikan hujjah adalah riwayat Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari
Abu Tsa’labah Al Khusyani radliyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إذا كان ليلة النصف من
شعبان اطلع الله إلى خلقه، فيغفر للمؤمنين، ويملي للكافرين، ويدع أهل الحقد بحقدهم
حتى يدعوه
“Pada
malam nisfu sya’ban Allah muncul (melihat) kepada hamba-Nya. Dia mengampuni
seluruh orang beriman dan meninggalkan orang-orang kafir serta membiarkan
pendendam dengan rasa dendamnya hingga ia meninggalkanya”
(Hadits ini diriwayatkan pula oleh At Thabraani, dan dinilai Hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no 771).
(Hadits ini diriwayatkan pula oleh At Thabraani, dan dinilai Hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no 771).
Terdapat pula hadits
dari Abu Musa radliyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda :
إن الله ليطلع في ليلة
النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه، إلا لمشرك أو مشاحن
“Sungguh Allah
melihat kepada hambanya di malam nisfu sya’ban, lalu Allah mengampuni dosa
semua makhlukNya kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan”
(Riwayat Ibnu Majah, serta Ibnu Hibban dari sahabat Mu’adz bin Jabal radliyallahu ‘anhu)
(Riwayat Ibnu Majah, serta Ibnu Hibban dari sahabat Mu’adz bin Jabal radliyallahu ‘anhu)
Atho’ bin Yasaar
rahimahullah berkata: “Tidak ada malam setelah Lailatul Qodar yang lebih
afdlol daripada malam nishfu sya’ban. Allah turun pada malam itu ke langit dunia,
mengampuni semua hambaNya, kecuali orang musyrik, orang yang bermusuhan dan
pemutus silaturahim.”
Berdasarkan
hadits-hadits di atas seyognyanya orang beriman menghias dirinya dengan ketaatan
dan menjauhi kemaksiatan yang menyebabkan terhalang dari ampunan Allah. Di
antara kemaksiatan tersebut adalah
1. 1. Syirik pada Allah yang merupakan
penghalang dari segala kebaikan.
2. 2. Saling bermusuhan dan memutus tali
silaturahim. Ini juga menjadi penghalang dari ampunan Allah di kebanyakan
saat-saat pengampunan dan rahmat. Seperti hadits riwayat Abu Hurairah bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
تفتح أبواب الجنة يوم الاثنين والخميس فيغفر
الله لكل عبد لا يشرك بالله شيئاً، إلا رجلاً كانت بينه وبين أخيه شحناء فَيُقَالُ: أَنْظِروا هَذَيْنِ حتى يصطلحا "
“Pintu-pintu surga dibuka pada hari senin dan kamis, lalu Allah
mengampuni semua hamba yang tidak syirik padaNya, kecuali pada seseorang yang
memiliki permusuhan dengan saudaranya, maka dikatakan: “Tangguhkanlah (ampunan)
untuk dua orang ini hingga mereka berdamai”. (Riwayat Muslim)
Maka sungguh amalan yang paling utama setelah iman adalah selamatnya
hati dari segala bentuk dendam dan permusuhan.
MENGHIDUPKAN MALAM NISHFU SYA’BAN
Para pembaca yang
budiman, mengkhususkan malam ini dengan berkumpul di masjid untuk
beribadah, maka ini tidak ada contohnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam dan para
sahabat, sehingga para ulama berpeda pendapat dalam hal ini. Ada yang
menganjurkan ada pula yang mengingkari. Selain itu menghidupkan malam
ini
dengan sholat tertentu (seperti sholat 100 rakaat) maka hal ini tidak
ada
dalilnya dan dilarang oleh para ulama.
Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata:
وأما ليلة النصف من شعبان ففيها
فضل، وكان في السلف من يصلي فيها، لكن الاجتماع فيها لإحيائها في المساجد بدعة
“Adapun malam Nishfu Sya’ban, maka padanya ada keutamaan. Ulama
salaf melakukan sholat pada malam itu. Akan tetapi berkumpul untuk
menghidupkan malam tersebut di masjid adalah bid’ah”.
Ibnu Rajab Al Hanbali rahimahullah berkata dalam Latha’iful Ma’arif
:
واختلف علماء أهل الشام
في صفة إحيائها على قولين:
أحدهما: أنه يستحب إحياؤها
جماعة في المساجد كان خالد بن معدان ولقمان بن عامر وغيرهما يلبسون فيها أحسن ثيابهم
ويتبخرون ويكتحلون ويقومون في المسجد ليلتهم تلك ووافقهم إسحاق بن راهوية على ذلك وقال
في قيامها في المساجد جماعة: ليس ببدعة نقله عنه حرب الكرماني في مسائله.
والثاني: أنه يكره الإجتماع
فيها في المساجد للصلاة والقصص والدعاء ولا يكره أن يصلي الرجل فيها لخاصة نفسه وهذا
قول الأوزاعي إمام أهل الشام وفقيههم وعالمهم وهذا هو الأقرب إن شاء الله تعالى.
“Ulama penduduk
Syam berbeda tentang cara menghidupkan malam nisfu sya’ban menjadi dua
pendapat.
Pertama: Bahwa dianjurkan menghidupkan malam
nisfu sya’ban berjamaah di masjid. Dulu Khalid bin Ma’dan, Luqman bin ‘Amir dan
selainnya memakai pakaian terbaik, menyalakan bukhur (wewangian), bercelak, dan
beribadah di masjid pada malam itu. Hal itu disetujui oleh Ishaq bin Rahawaih, dan
beliau berpendapat tentang menghidupkannya di masjid berjamaah: “Hal itu bukanlah
perkara bid’ah “ sebagaimana dinukil oleh Harb al-Karmaani dalam Masail-nya.
Kedua: Bahwa dimakruhkan berkumpul di masjid untuk
shalat dan membacakan cerita-cerita, serta berdoa. Akan tetapi tidak
dimakruhkan melakukan shalat sendiri. Dan ini adalah pendapat imam al-Auza’iy
Imamnya penduduk Syam, serta faqih mereka dan juga ‘aalim mereka. Dan pendapat ini
yang lebih mendekati (kebenaran) insyaAllah.”
Sebagai kesimpulan dan juga pendapat yang hati hati adalah sebagaimana perkataan Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz Al ‘Aqiil :
Sumber:
1. http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=6088
2. http://ar.islamway.net/fatwa/24431/%D8%AD%D9%83%D9%85-%D8%A5%D8%AD%D9%8A%D8%A7%D8%A1-%D9%84%D9%8A%D9%84%D8%A9-%D8%A7%D9%84%D9%86%D8%B5%D9%81-%D9%85%D9%86-%D8%B4%D8%B9%D8%A8%D8%A7%D9%86-%D9%88%D8%B5%D9%8A%D8%A7%D9%85-%D9%8A%D9%88%D9%85%D9%87%D8%A7

0 Komentar
Penulisan markup di komentar