Sholat Gerhana disebut juga sholat kusuf
atau khusuf adalah sholat yang dilakukan saat terjadi gerhana matahari atau
bulan.
Kusuf dan Khusuf memiliki makna yang
berdekatan. Makna kusuf (كسوف ) menurut Al Hafidz
Ibnu Hajar dalam Hadyu As Saari adalah hilangnya sebagian cahaya
matahari atau bulan, sedangkan khusuf (خسوف) adalah hilangnya seluruh cahaya
matahari atau bulan. (Syarh Umdatul Fiqh)
Adapun sebagian ulama yang lain
mengatakan kusuf digunakan untuk menyebut gerhana matahari, dan khusuf untuk
gerhana bulan.
Namun dalam riwayat-riwayat hadits, kusuf
juga digunakan untuk gerhana bulan, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian
penggunaan istilah kusuf dan khusuf untuk gerhana matahari atau bulan sama-sama
dibenarkan.
Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, gerhana terjadi saat meninggalnya putra beliau yang bernama
Ibrahim. Ibrahim merupakan putra beliau
dengan Mariah Al-qibtiyah.
Imam Al Bukhori meriwayatkan dari Al
Mughiroh bin Syu’bah radliyallahu ‘anhu:
كَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ النَّاسُ كَسَفَتْ الشَّمْسُ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا وَادْعُوا اللَّهَ
“Pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah terjadi
gerhana matahari, yaitu di hari meninggalnya putera beliau, Ibrahim.
Orang-orang lalu berkata, "Gerhana matahari ini terjadi karena
meninggalnya Ibrahim!" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun
bersabda: "Sesungguhnya matahari dan bulan tidak akan mengalami gerhana
disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana,
maka shalat dan berdoalah kalian kepada Allah."
Syaikh Al Mubarakfuriy mengatakan: “Ahli sejarah dan Ahli Falak
sepakat bahwa peristiwa gerhana matahari yang terjadi pada saat meninggalnya
Ibrahim jatuh pada tanggal 28 atau 29 Syawal
tahun kesepuluh sejak peristiwa hijrah, bertepatan tanggal 27 Januari
632 M pukul 08.30 pagi.” (Taudhihul Ahkam)
HUKUM SHOLAT GERHANA
1.
Wajib
Sebagian ulama menyatakan hukumnya wajib,
sebagaimana dipegang ulama dari kalangan Hanafiyah. Mereka beralasan dengan dzahir
perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا وَادْعُوا حَتَّى يُكْشَفَ مَا
بِكُمْ
“Jika kalian melihat gerhana keduanya, maka dirikanlah shalat dan
banyaklah berdoa hingga selesai gerhana yang terjadi pada kalian."
(Riwayat Al Bukhari)
As Shon’aniy berkata : “Perintah di sini adalah dalil wajibnya
sholat kusuf, kecuali bahwasanya jumhur ulama membawa maksud perintah beliau
ini kepada sunnah muakkadah”
2.
Sunnah Muakkadah
Adapun jumhur (Mayoritas) Ulama
menyatakan bahwa hukumnya adalah Sunnah Muakkadah (sangat ditekankan untuk
dilaksanakan). Dalilnya adalah hadist-hadits yang menyatakan bahwa sholat
yang wajib bagi kaum muslimin adalah sholat lima waktu sehari semalam.
WAKTU PELAKSANAAN
Sholat gerhana dilaksanakan pada waktu
mana saja saat terjadi gerhana, dimulai sejak terjadi gerhana hingga bulan atau matahari kembali
bersinar seperti semula.
Apabila ditengah-tengah sholat ternyata gerhana telah usai, maka
sholat tetap dilanjutkan sampai selesai.
TATA CARA SHOLAT GERHANA
Sholat gerhana memiliki banyak riwayat
terkait tata caranya, namun yang paling kuat adalah hadits yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma dan Ibunda ‘Aisyah radliyallahu ‘anha di
dalam As Shahihain.
Tata cara sholat gerhana Rasulullah
diceritakan oleh Ibunda Aisyah sebagai berikut :
خسَفَتْ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِلَى الْمَسْجِدِ فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ فَاقْتَرَأَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ
كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ
لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ قَامَ فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةً
طَوِيلَةً هِيَ أَدْنَى مِنْ الْقِرَاءَةِ الْأُولَى ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ
رُكُوعًا طَوِيلًا هُوَ أَدْنَى مِنْ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ قَالَ سَمِعَ
اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ سَجَدَ .... ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الْأُخْرَى
مِثْلَ ذَلِكَ حَتَّى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ
وَانْجَلَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ ثُمَّ قَامَ فَخَطَبَ النَّاسَ
فَأَثْنَى عَلَى اللَّهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ
وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا
لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهَا فَافْزَعُوا لِلصَّلَاةِ وَقَالَ أَيْضًا
فَصَلُّوا حَتَّى يُفَرِّجَ اللَّهُ عَنْكُمْ
“Terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun keluar menuju masjid
dan berdiri lantas bertakbir (menunaikan shalat), sehingga orang-orang pun ikut
membentuk shaf di belakangnya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
membaca dengan bacaan yang panjang. Kemudian beliau bertakbir lalu ruku dengan
ruku' yang panjang. Kemudian beliau mengangkat kepalanya seraya membaca: "sami'allahu
liman hamidah rabbanaa wa lakalhamdu (Allah Maha Mendengar siapa saja yang
memuji-Nya)." Kemudian beliau berdiri dan membaca dengan bacaan yang
panjang, namun lebih pendek dari bacaan yang pertama. Setelah itu, beliau
bertakbir lalu ruku' dengan ruku' yang panjang, namun lebih pendek dari ruku'
yang pertama. Setelah itu, beliau membaca: "sami'allahu liman hamidah
rabbanaa wa lakalhamdu." Kemudian beliau sujud. ..... Kemudian pada
raka'at berikutnya, beliau berbuat seperti itu hingga sempurnalah shalatnya
terdiri dari empat ruku' dan empat sujud. Sesudah itu, matahari pun kembali
bersinar sebelum beliau beranjak bubar. Beliau kemudian berdiri dan
menyampaikan khutbah kepada orang banyak. Beliau memuji Allah dengan pujian
yang hak atas-Nya, kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya matahari dan
bulan adalah dua ayat (tanda) dari ayat-ayat Allah. Tidaklah terjadi gerhana
pada keduanya karena kematian atau pun kelahiran seseorang. Maka apabila kalian
melihatnya, bersegeralah untuk menunaikan shalat." dan beliau juga
bersabda: "Maka shalatlah kalian hingga Allah menampakkannya kembali pada
kalian."
(Riwayat Al Bukhari 1046, Muslim 901)
Berdasarkan riwayat di atas dan selainnya, dapat dirinci tata cara sholat gerhana beliau sebagai berikut:
1.
Bertakbir diiringi niat dalam hati, kemudian
membaca iftitah dan ta'awudz, membaca surat Al Fatihah dilanjutkan membaca surat yang cukup panjang. Dalam riwayat Ibnu Abbas
panjang bacaan Rasulullah seperti bacaan surat Al Baqarah.
2.
Ruku’ dengan ruku’ yang panjang
3.
Bangkit dari ruku’ seraya mengucapkan ‘Sami’allahu
liman hamidah Rabbanaa walakalhamdu’, namun tidak diteruskan sujud tapi dilanjutkan membaca Al Fatihah lagi
dan membaca surat yang panjang, namun tidak sepanjang surat sebelumnya.
4.
Ruku’ untuk kedua kalinya dengan ruku’ yang
panjang namun tidak sepanjang ruku’ sebelumnya.
5.
Bangkit dari ruku’ seraya mengucapkan ‘Sami’allahu
liman hamidah Rabbanaa walakalhamdu’
6.
Sujud dua kali sebagaimana biasa namun dengan
sujud yang panjang.
7.
Bangkit dari sujud menuju rakaat kedua dan melaksanakannya
sebagaimana rakaat pertama (poin 1 – 6).
8.
Duduk Tasyahud kemudian salam.
BACAAN SURAT KERAS ATAU LIRIH?
Para ulama menguatkan bahwa bacaan surat
pada sholat kusuf dikeraskan (jahr) baik pada gerhana bulan atau gerhana
matahari. Hal ini berdasarkan riwayat dari Ibunda Aisyah radliyallahu ‘anha:
جَهَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلَاةِ
الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ فَإِذَا فَرَغَ مِنْ قِرَاءَتِهِ كَبَّرَ فَرَكَعَ
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengeraskan bacaan dalam
shalat gerhana. Jika selesai dari bacaan Beliau membaca takbir kemudian
ruku'...(Al Bukhari 1065)
CATATAN :
1.
Apabila gerhana tidak terlihat seperti misalnya
tertutup mendung, maka tidak disyariatkan untuk sholat. Sebab Nabi bersabda:
فَإِذَا
رَأَيْتُمُوهُمَا
“Apabila kalian melihat keduanya (gerhana
bulan atau matahari)...”
Ini menjadi dalil bahwa sholat gerhana
tidak disyariatkan kecuali jika gerhana tersebut terlihat oleh penglihatan
mata.
2.
Sholat Gerhana tidak memiliki adzan dan iqamah. Untuk menyeru manusia kepada
pelaksanaan sholat ini adalah dengan ucapan
الصَّلَاةَ
جَامِعَةٌ
“Ash Sholaatu Jaami’ah”
3.
Sholat gerhana sangat dianjurkan dikerjakan
secara berjamaah di masjid, karena Rasulullah mengerjakannya secara berjamaah
bersama para sahabat. Apabila terhalang untuk menghadiri jamaah, maka dapat dilakukan
sendiri. Wallahu A’lam
4.
Wanita tidak dilarang untuk keluar mendatangi
sholat gerhana berjamaah di masjid.
5.
Selain sholat, dianjurkan pula saat gerhana
memperbanyak doa, bersedekah, memohon perlindungan dari adzab kubur, istighfar
dan dzikir yang lain. Hal ini berdasarkan riwayat-riwayat yang tsabit dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
6.
Para ulama berbeda pendapat mengenai pensyariatan
khutbah sholat gerhana. Imam yang tiga yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad
berpendapat tidak disyariatkan khutbah padanya.
Adapun Imam Syafi’i, Ishaq dan banyak
Ahli Hadits berpendapat sunnahnya khutbah setelah sholat gerhana. Hal ini
karena Nabi berkhutbah pada manusia setelah sholat gerhana. Beliau memberi
nasehat, peringatan dan penjelasan syubhat terkait penyebab gerhana.
Pada masa jahiliyyah, orang-orang
beranggapan gerhana terjadi karena
kelahiran atau kematian seseorang yang besar atau agung. Maka Rasulullah membatalkan
keyakinan ini.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat
itu bersabda :
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا وَادْعُوا اللَّهَ
Sesungguhnya
matahari dan bulan tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau
hidupnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana, maka shalat dan berdoalah
kalian kepada Allah”
Washallallahu ‘alaa nabiyyinaa muhammadin wa ‘alaa aalihi
washahbihii wasallam.
Maraji’ :
1.
Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam
2.
Tamaamul Minnah fi Fiqhil kitab wa shohihi as
sunnah, Syaikh Adil bin
Yusuf Al ‘Azzaaziy
3.
Syarh Umdatul Fiqh, Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz Al
Jibrin
0 Komentar
Penulisan markup di komentar